11 April 2009

HUBUNGAN SESAMA MANUSIA: Oleh Saiman Sandahi

Sabtu, 11 April 2009 , 13:10:00

PADA dasarnya manusia atau makhluk hidup tidak hidup sendiri, dan hidupnya pun tidak hanya untuk diri sendiri. Setiap bentuk kehidupan senantiasa saling bergantung dan berinteraksi dengan yang lain. Bahkan segala macam benda-benda, termasuk bulan, bintang, gunung, lautan, pohon, burung, ikan, dan manusia mempunyai asal ontologi yang mengambil bagian dari kehidupan yang satu. Suatu nama yang terkenal, Thich Nhat Hanh, pernah mempertanyakan, kenapa kita memisahkan aku dan bukan aku? Apa yang kita sebut sebagi aku hanya berasal dari unsur yang tanpa aku. Kemudian Ia mengilustrasikan setangkai bunga, yang kita pikir tersendiri dari sesuatu yang bukan bunga. Padahal kalau kita melihat secara seksama, segala unsur di kosmos ini menembus atau ada di dalam bunga itu. Tanpa seluruh unsur yang bukan bunga, seperti sinar matahari, awan, tanah, mineral, sungai, panas, dan kesadaran, bunga itu tidak akan muncul.Menurut Avatamsaka-sutta seluruh dunia mempengaruhi sebuah teori dan sebuah teori mempengaruhi seluruh dunia. Seluruh makhluk mempengaruhi satu tubuh dan satu tubuh mempengaruhi seluruh makhluk. Ketika kita membunuh satu kehidupan, itu juga berarti membunuh diri sendiri. Hidup adalah milik dari orang yang memelihara atau menyelamatkan, bukan milik orang yang menghancurkan. Manusia harus saling melindungi. Tercatat dalam Samyutta-nikaya, “Dengan melindungi dirinya, seseorang itu melindungi orang lain. Dengan melindungi orang lain seseorang melindungi dirinya sendiri.” (Samyutta-nikaya; V;168)Kenapa umat Buddha menghindari membunuh? Jawaban yang tepat sederhana saja; karena kita tidak ingin dibunuh. Kenapa umat Buddha menghindari mencuri, berdusta, dan sebaginya, juga dapat di jawab dengan cara yang sama. Tempatkan dirimu di dalam diri makhluk lain demikian kata Shanti Dewa. Apa yang tidak kita inginkan, orang lain pun tidak menginginkannya.Buddha mengingatkan kembali bahwa setiap orang menyayangi dirinya masing-masing. Atas dasar itu, orang yang mencintai diri sendiri tidak boleh mencelakakan orang lain . “(Udana; 47) Setelah membandingkan orang lain dengan dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang tidak melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan diperbuat oleh orang lain terhadapnya. Dengan adanya sifat empati seperti ini, ia memiliki kasih sayang dan kemurahan hati terhadap semua makhluk, bertindak secara arif, memberi dan menolong makhluk lain, menjadikan hidup memiliki arti bagi semua makhluk.Pengembangan batin yang luhur (Brahma-vihara) merupakan prinsip yang ditekankan dalam ajaran Buddha. Yang pertama, cinta kasih (metta), yang mengandung pengertian” sesuatu yang melembutkan hati”. Cinta kasih mengalahkan segala bentuk kebencian. Ia muncul sebagai dorongan atau niat yang suci, yang mengharapkan kebahagiaan dan mengusahakan kesejahteraan bagi semua makhluk tanpa kecuali. Dengan landasan cinta kasih (metta) seseorang mempersatukan diri atau tidak membedakan diri sendiri dari makhluk lain.Yang kedua, welas asih atau kasih sayang (karuna) yaitu sesuatu yang menggetarkan hati.’ Welas asih menaklukan kebengisan. Sifatnya bukan sebatas belas kasihan, atau perasaan iba. Ia muncul atas dasar kehendak dan usaha untuk meringankan bahkan melenyapkan penderitaan orang lain. Ia merasa tidak puas sebelum berhasil menolong orang lain.Yang ketiga, simpati (mudita), yaitu ”sesuatu yang menggembirakan,” Simpati menyingkirkan keirihatian. Ia muncul sebagai perasaan turut berbahagia atas keberhasilan makhluk lain. Adanya simpati (mudita) membuat seseorang merasa senang kalau bisa menyenangkan orang lain. Dalam ukuran keseharian, tidak ada salahnya bila kita selalu mengucapkan selamat kepada orang yang berhasil meraih sesuatu, bahkan berjumpa dengan orang lain kita selalu mengucapkan selamat… dan seterusnya. Ucapaan tersebut harus dilandasi dengan perasaan tulus.Yang keempat, keseimbangan batin (upekkha), yaitu”melihat dari dekat,” maksudnya menimbang dan berlaku secara adil, tidak berat sebelah, tanpa dipengaruhi perasaan senang atau tidak senang. Keseimbangan batin dapat mengatasi konflik. Kecenderungan untuk terikat pada apa yang disukai dan menolak terhadap apa yang tidak disukai akan mengurangi kearifan dan menghasilkan pandangan yang tidak obyektif. Keseimbangan batin membuat seseorang bertahan pada jalan yang benar, tidak tergoyahkan oleh pujian atau kritik serta berbagai pendapat yang bertentangan. Memahami keempat konsep dasar dalam pandangan Buddhis ini akan memuat wawasan kehidupan yang damai dan bahagia tanpa noda. Penghalang yang utama adalah faktor-faktor keduniawian yang sifatnya sementara seperti ingin memuaskan segala nafsu keinginan. Oleh karena itu, orang akan mudah terpengaruh oleh sifat serakah, benci, dan gelap yang membuat kehidupan tidak aman dan tidak menyenangkan. Selesai.**

No comments: